Jumat, 18 Januari 2008

Juice Amma

Seorang bupati yang sedang rajin-rajin belajar ngaji, demi tujuan politik yang ingin diraihnya, mendapat saran dari ustadznya. Setelah pak ustadz pulang, Sang Bupati memanggil pembantunya. "Onah, pergilah ke pasar. Belilah buah Amma tiga kilo."
Sang pembantu dengan bingung pergi ke pasar. Di jalan dia berpikir, "buah apa amma itu?" Aku baru sekarang mendengar namanya." Namun karena yang menyuruh tuannya sendiri, bupati lagi, maka ia memaksakan diri bertanya-tanya ke penjual buah di pasar. Semua penjual buah tidak tahu, buah apakah Amma itu. Onah menelpon majikannya, "Maaf, Pak. Buah Amma itu ga ada. Bahkan penjual buah pun tidak tahu. Kalau Bapak sudi memberi petunjuk, beritahu saya seperti apakah buah amma itu agar saya mudah mencarinya."
Sang Bupati menjawab, "Saya juga tidak tahu, Onah. Tapi kata Pak Ustadz, kalau saya ingin cepat bisa ngaji, saya harus beli juice amma. Tolonglah, cari sampai ketemu ya."
Bi Onah merusaha menahan tawa, takut ketahuan majikannya yang Bupati itu. Lalu ia mampir ke toko buku dan membeli satu set Juz 'Amma dengan terjemahannya. "Ada-ada aja", gerutunya.

Kamis, 17 Januari 2008

Kejarlah Ilmu Ke Negeri Cina

Seorang bupati berceramah di depan para wisudawan sebuah Sekolah Guru Agama. Katanya, "Anak-anak yang saya cintai, janganlah kalian merasa puas dengan apa yang kalian dapatkan di sekolah ini. Teruslah mencari ilmu sampai ke negeri cina sekalipun, sebagaimana firman Allah kullu nafsin daa`iqatul maut."
Mendengar ceramah yang aneh itu, para wisudawan tertawa dengan khusu'nya.

Belalai

Dua ekor tumbila/bangsat berbincang-bincang di atas kasur di sebuah kamar.
Tumbila I: kamu tahu gajah tidak?
Tumbila II: yang bagaimana sih? Aku belum pernah lihat.
Tumbila I: yang ada belalainya.Tumbila II: oh, yang seperti itu. Sambil menunjuk ke orang yang sedang ganti celana.

Gajah Menelpon

Sebelum tidur sepasang suami istri bermain teka-teki.
“Mah, coba tebak yang di perut Papa ini apa? Kata si suami sambil menunjuk perutnya yang gendut.
Istrinya menjawab, “Ah, paling isinya makanan dan kotoran”.
“Salah”.
“Jadi apa isinya?”
“Gajah, Mah. Ini belalainya,” kata suami sambil tersenyum dan memberi isyarat menunjukkan ke celana bagian depan.
“Iya, deh. Coba Papa tebak, isi perut mama apa?” kata si Istri, yang sedang hamil empat bulan, tak mau kalah.
“Bayi, Mah.”
“Salah”.
“Lalu, Apa?”
“Telepon Umum, Pa. Ini lubang koinnya”, jawab sang istri dengan isyarat menunjuk ke bagian depan celananya.
“Oh, kalau begitu gajahnya mau menelepon, Mah.”
“Ah, Papa bisa saja.”Malam itu dingin tapi bagi sepasang suami istri itu terasa hangat.

Hadis dan Modernitas

(1) Tentang Keluarga
Senang sekali dapat surat darimu, Nung. Seperti ada yang kembali ke dalam jiwaku setelah lama menghilang. Alhamdulillah keluargaku sehat. Istri masih tetap mengelola sekolahnya. Ini tahun keempat sekolahnya. Anakku hari ini genap lima tahun. Sudah cukup besar. Sudah bisa baca kepala berita di koran. Kalau jalan-jalan selalu minta dibeliin buku. Kadang minta games buat di komputer. Ya, seperti fuzzle, game mewarnai dsb. Saya lagi mikir-mikir untuk memasukkannya ke SD, enam bulan ke depan. Cuma seperti bapaknya urusan ngaji agak lambat. Sekarang baru iqra 5. Itu pun ditempuhnya selama 1,5 tahun. Tapi tak apalah, orang tua memang tidak boleh memaksakan kehendaknya walaupun "baik" sekalipun.

(2) hadis dan modernitas: Syahrur dkk
Aku juga lagi pikir-pikir untuk menelusuri "penggunaan hadis dalam tafsir al-Qur`an". Orang-orang seperti Syahrur, Abu Zaid dan pembaharu lainnya kayaknya memandang sebelah mata terhadap hadis. Pernyataan Syahrur, bahwa makna ayat tidak boleh dibatasi oleh hadis adalah salah satunya. Hadis dianggap oleh para pembaharu sebagai penghalang kemajuan. Atau, seperti dikatakan Nasarudin Umar, penggiat hadis hanya mampu menjadi penjaga gawang. Artinya, berada pada barisan belakang yang tidak mungkin melakukan inovasi dalam pemikiran keagamaan. (mungkin itu sebabnya di Pasca UIN Jakarta, mata kuliah-mata kuliah berkaitan dengan hadis dipangkas).

Pemahaman Syahrur atas sunnah menurutku suatu kemajuan (atau juga pengulangan). Pembedaan hadis dengan sunnah memang perlu dilakukan dan pengklasifikasian hadis dari segi isi matannya juga sama pentingnya. Selama ini Ulumul Hadis berkutat pada masalah otentisitas dan otoritas hadis. Masalah dalalah agak terabaikan. Mungkin karena dalalah tidak termasuk wilayah kajian ulumul hadis. Kritik-kritik Syahrur terhadap hadis, menurutku layak dikembangkan.

Oh ya...syahrur sendiri mengutip pendapat Jamal al-Bana dalam masalah hadis. Kayaknya perlu kita pelajari juga pemikiran Jamal ini. Aku sudah coba mencari pemikirannya itu di internet, tapi belum menemukan. Kirimi aku bila Nung menemukannya. Syahrur juga sering mengutip Muhammad al-Ghazali tentang penggunaan al-Qur`an dalam kehidupan.

Tentang Abu Zaid, aku belum baca dalam-dalam pendapatnya mengenai hadis. tapi aku ingat di bukunya berjudul “Imam Syafii”, ia bertanya/mempertanyakan "mengapa sebuah hadis bisa menjadi mutawatir sementara yang lainnya tidak?". Menurutku pertanyaan itu penting karena mempertanyakan keabsahan kemutawatiran hadis yang berakibat pada derajat keshahihan hadis mutawatir. Mungkin kita dapat sedikit jawaban atas pertanyaan itu dengan mengkaji pendapat Juynboll tentang common link hadis. Juga dari pendapat-pendapat Fazlur Rahman.

Tentang pendapat Hassan Hanafi dan lain-lain aku belum mendapatkan pendapatnya bagaimana. Bacaanku tentang Hassan Hanafi sangat sedikit.

jadi...epistemologi sunnah dalam penafsiran al-qur`an kontemporer...seperti biasa aku menunggu pendapatmu.
mau jum'atan nih. lain kali disambung lagi. Salam buat kawan-kawan. tararengkiw.

Anakku yang lucu

Anak-anak dimana pun selalu lucu. Orangtua dimana pun selalu bangga dengan anaknya dan ingin selalu bercerita tentang anaknya. Tak terkecuali, aku.

(1) Mempersilahkan Duduk
Seminggu yang lalu, Pak Mijo – salah satu rekan kerja ibu mertuaku – bertamu ke rumah kami. Di teras rumah, anakku sedang bermain dengan teman-temannya. Melihat ada tamu datang ia langsung menghampiri dan bertanya, ”Mau ke siapa? Mau ketemu Apa atau Mamah?”
”Ke Mamah. Ada?”
”Ada.” Jawab anakku. ”Silahkan duduk. Mau di mana? Di sini, boleh. Di sana, juga boleh.” Sambil mempersilahkan anakku menunjuk dengan jempol ke arah kursi sebelah kiri dan kanan di ruang tamu rumah kami.
Setelah bertemu ibu mertuaku Pak Mijo menceritakan kejadian itu. ”Lucu” katanya. ”Anak usia kurang dari lima tahun sudah dapat menyambut tamu sedemikian, padahal, anak seusianya tidak.”

(2) ”Yayang, Bu Guru”, kata anakku
Usianya baru empat tahun. Ia sedang bermain di halaman sekolahnya. Dari dalam kelas terdengar guru bertanya kepada murid-muridnya, ”Siapa nama malaikat pemberi rezeki?”. Murid-murid terdiam lama. Tidak ada yang ingat siapa nama malaikat itu. Tiba-tiba, anakku berlari ke pintu sekolah dan berteriak, ”Yayang, Bu Guru!” Semua anak tersadar. Dan, semua berteriak menjawab, ”Oh..ya...Mikail, Bu.” Nama anakku memang Mikail, walaupun di rumah sering dipangging Yayang.

(3) Yah, buatkan surat izin buat Ibu Guru
Suatu malam, saat aku menemani anakku untuk tidur, anakku berkata, ”Yah, buatkan surat izin buat Ibu Guru. Besok, Yayang ga mau pergi sekolah.” Aku tertawa mendengarnya. Bagaimana tidak. Yang ia sebut ibu guru itu adalah ibunya sendiri alias istriku. Anakku sekolah di TK Al-Qur`an yang dikelola oleh istriku.

(4) Bunda cantik....
Waktu usianya tiga tahun, keingintahuannya akan hakikat sesuatu dapat merusak barang-barang yang ada di rumah. Saat seperti itu, sering membuat ibunya marah. Bagaimana tidak? Sepulang kerja, inginnya kita istirahat, kan? Duduk santai atau berbaring sekejap. Hal itu tidak didapatkan oleh istriku. Setiap pulang kerja, rumah berantakan. Anakku yang tidak tahu, bahwa ibunya kecapaian masih saja membuat ulah. Jelas istriku marah. Melihat gelagat ibunya mau marah, anakku segera memelukknya sambil merayu, ”Bunda cantik...tolong aku.” Ibunya tersenyum dan reda marahnya kalau sudah mendapat rayuan seperti itu. Namun, bila aku sendiri merayu seperti itu, saat dia marah, tidak mempan, Bro.

Selamat Ulang Tahun, Anakku Sayang

Hari ini, anakku memperingati hari ulang tahunnya yang ke-5. Rasanya baru kemarin-kemarin saja ia dilahirkan, tahu-tahu sudah genap usianya lima tahun. Tentu saja kami, orang tuanya, berbahagia atas kelahiran dan kehadirannya sejak hari pertama ia dilahirkan.

Saat ia dilahirkan, pukul 16.25 WIB, Sabtu 18 Januari 2003 di Majalengka, aku mengadzaninya di telinga kanannya, mengumandangkan iqomat di telinga kirinya, mengoleskan madu ke bagian atas tenggorokannya disertai bacaan al-Ikhlash, al-Fatihah dan ayat kursi. Semua keluarga bergembira, setelah hampir 17 jam istriku meregang nyawa untuk melahirkannya (ternyata tali pusarnya membelit di leher). Mereka bersorak, bertasbih dan berpelukan saat terdengar suara tangis pertamanya. Neneknya memandikannya. Kakeknya membacakan doa-doa untuk kebahagiaannya. Ibunya tersenyum gembira, walaupun seluruh tenaganya hampir habis. Semua bahagia. Aku dan istriku mendapat banyak ucapan selamat. Aku sendiri langsung menelpon kedua orangtuaku, mengabarkan kelahirannya.

Malam-malam pertama menjadi bapak, aku jalani seolah bermimpi. Setengah percaya setengah tidak kalau akhirnya aku dipercaya mengemban amanat seorang anak laki-laki dari Yang Maha Kuasa. Setiap kali tidur, aku begitu sering terbangun. Ingin memastikan bahwa aku benar-benar seorang bapak. Ingin memastikan ia tidak apa-apa, terlindungi tidurnya dari gangguan yang mungkin ada.

Hari ke-21 kami mengumumkan kelahirannya kepada para tetangga dan handai taulan. Kami mengundang mereka untuk menyaksikan dan memberi doa atas kelahirannya dengan menyembelih dua ekor domba sebagai aqiqah, ungkapan rasa syukur kami atas kedatangannya. Kami undang tetangga untuk membacakan doa-doa. Kami lakukan marhabanan dengan harapan mendapat berkah dari Sang Rasul akhir zaman. Kami panjatkan doa-doa untuk leluhur-leluhur kami, semoga Allah menyampaikan kepada mereka, bahwa telah lahir seorang penerus yang akan memuliakan mereka. Seluruh keluarga di undang. Dari pihak istriku seluruh keluarga besarnya hadir. Buyutnya, kakek istriku, membacakan doa, diamini seluruh keluarga termasuk bibi-bibiku, paman-pamanku, serta kedua kakek nenekku (yang dalam hari-hari biasa, bahkan lebaran sekalipun, sangat jarang bisa berkumpul).

Kami memberinya nama. Mikail Soroush Sadrazaki. Neneknya –ibu istriku- memanggilnya Encep, panggilan sayang orang Sunda untuk anak laki-laki, namun kemudian hari ia lebih sering memanggil anakku dengan panggilan Yayang, seperti kebiasaan istriku. Aku sendiri lebih suka memanggil dengan namanya, Mikal.

Hari-hari setelah kelahirannya terasa sangat indah. Saat ia tidur, bangun, mulai bicara, merangkak, naik kursi roda terasa sangat menyenangkan. Ia selalu terbayang di pelupuk mataku, saat aku pergi bekerja atau ke luar kota. Saat itu aku baru benar-benar percaya bahwa kerinduan kepada anak dapat melebihi kerinduan kepada istri. Di masa-masa itu istriku sering melatih senam bayi kepadanya, tentu saja berdasarkan petunjuk buku dan ahli kesehatan. Kami perdengarkan kepadanya, setiap hari, musik klasik dan bacaan Qur`an, sebagaimana kami biasa melakukannya saat ia masih dalam kandungan.

Usia lima bulan, saat aku sedang ceramah di Tajugku, anakku yang waktu itu dibawa istri dan ibuku, tiba-tiba bangun dan duduk tanpa bantuan siapa pun. Betapa senang hatiku melihatnya. Tujuh bulan kemudian mulai belajar berjalan. Sepuluh bulan: sudah lancar berjalan dan satu tahun usianya ia sudah bermain sepak bola. Tentu saja sendirian. Usia tiga tahun sudah dapat mengendarai sepeda beroda dua, walaupun sebelumnya pernah jatuh ke selokan kecil samping rumahku.

Sekarang ia sudah lima tahun. Sudah dapat membaca dengan lumayan lancar. Sudah lulus Iqra 4. Rangking pertama di kelasnya.
Sekarang, sedang bermain di luar dengan teman-temannya.
Selamat ulang tahun anakku. Semoga hidupmu bahagia dan membahagiakan semua yang hidup. Maaf, bapakmu ini belum dapat memberikan apa pun padamu.

Jumat, 11 Januari 2008

Cerita Seorang Raja

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja dengan dua orang anaknya.
Di suatu senja, kedua anaknya meminta sebuah cerita. Maka, sang raja pun bercerita.

Kata Sang Raja: Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja dengan dua orang anaknya.Di suatu senja, kedua anaknya meminta sebuah cerita. Maka, sang raja pun bercerita.

Kata Sang Raja: Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang raja dengan dua orang anaknya.Di suatu senja, kedua anaknya meminta sebuah cerita. Maka, sang raja pun bercerita.

Kata Sang Raja: pada zaman dahulu kala ..... (anda tahu lanjutan kisahnya, kan?)

Arti Blog Buatku

Untuk apa aku buat blog? tentu aku yang bisa menjawabnya.
Buatku blog ini bisa menjadi:
ruang bagi semua yang ingin kukatakan,
ruang untuk belajar menulis
ruang untuk mengungkapkan segala yang ingin kuungkapkan,
ruang untuk mengekspresikan apa saja yang ingin kuekspresikan,
ruang untuk bertanya (semoga saja ada yang berbaik hati menjawab),
ruang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri,
ruang untuk berbagi pengalaman dan pandangan (semoga ada yang sudi berbagi denganku),
ruang untuk ikut serta memakmurkan bumi,
ruang untuk apa saja yang aku mau.
bagi saudara-saudara yang kebetulan mampir ke "rumahku" - sengaja atau karena tersesat - dipersilahkan untuk mencicipi "jamuan" yang kusediakan sepuasnya. namun sebelum pulang aku mohon memberi "komentar" atau "nasehat". Sebisa mungkin jangan mengkritik, aku takut 'kemauanku" untuk menulis hilang karena kritikan. hehe.