Jumat, 15 Februari 2008

METODE MEMAHAMI KISAH-KISAH DALAM AL-QUR`AN

1. Pendahuluan

Tulisan ini merupakan rangkuman dari buku Muhammad Khalfallah yang berjudul Al-Qur`an Bukan Kitab Sejarah. Ide pokok buku ini berbicara tentang cara menafsirkan kisah-kisah dalam al-Qur`an. Khalfallah memandang bahwa pembacaan historis atas kisah dalam al-Qur`an menyalahi tujuan dari penceritaan al-Qur`an. Kisah-kisah dalam al-Qur`an menurutnya harus dibaca dengan cara pembacaan atas cerita bukan berita. Perbedaan pembacaan cerita dengan pembacaan berita terletak pada: cerita tidak perlu ditelusuri bukti historisnya, sedangkan berita memerlukan pembuktian secara historis. Semacam tafsir ilmiah.

2. Kisah dalam Perspektif Sastra

2.1. Definisi Kisah.

Kisah adalah sebuah karya sastra dalam kapasitasnya sebagai hasil imajinasi seorang pengisah atas suatu kejadian tertentu yang dialami oleh seorang tokoh tak dikenal, ataupun sebaliknya, tokohnya dikenal tetapi kejadiannya sama sekali belum terjadi. Atau, keduanya dikenal tapi dibungkus dalam sebuah kisah sastra, sehingga tidak semua fenomena yang terjadi diceritakan, artinya hanya diambil beberapa yang dianggap penting saja. Bahkan bisa jadi dalam kisah itu diceritakan sebuah kejadian nyata akan tetapi ditambah sendiri oleh pengisahnya dengan kejadian dan tokoh khayalan, sehingga terkesan sebuah kisah fiktif saja.

2.2. Model Kisah:

(1) Model sejarah, suatu kisah yang menceritakan tokoh-tokoh sejarah tertentu seperti para Nabi dan rasul dan beberapa kisah yang diyakini orang-orang terdahulu sebagai sebuah realitas sejarah.

(2) Model perumpamaan: kisah-kisah yang menurut orang terdahulu, kejadiannya dimaksudkan untuk menerangkan dan menjelaskan suatu hal atau nilai-nilai. Model ini tidak mengharuskan kisah yang diangkat dari sebuah realitas sejarah dan boleh berupa cerita fiktif dalam batasan orang-orang terdahulu.

(3) Model legenda dan mitos: kisah yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal suatu komunitas tertentu.

2.3. Tujuan kisah: memberi pengaruh kejiwaan kepada orang yang mendengar atau membacanya. Selain itu, dalam kondisi tertentu dapat dijadikan instrumen propaganda untuk mempengaruhi alur pemikiran pembaca dan pendengarnya.

3. Kisah-kisah al-Qur`an

3.1. Kisah-kisah al-Qur`an bukan sejarah karena:

(1) Kisah-kisah al-Qur`an selalu mengesampingkan unsur-unsur penting sebuah peristiwa sejarah, yaitu waktu, tempat dan pelaku;

(2) Kisah-kisah al-Qur`an sering menonjolkan beberapa potong saja dari suatu peristiwa dan tidak menceritakannya dengan tuntas. Al-Qur`an sering menceritakan lebih dari satu kisah dengan tujuan yang sama dalam satu waktu.

(3) Kisah-kisah al-Qur`an sering tidak memperhatikan kronologi waktu dan tempat.

(4) Al-Qur`an sering menceritakan satu kisah dalam dua versi pendeskripsian. Di satu tempat, kisah-kisah tersebut disandarkan pada pelaku tertentu; pada tempat lain pelaku tersebut diganti dengan pelaku baru.

(5) Dalam kisah-kisah al-Qur`an yang diulang sering dijumpai karakter pelaku yang berbeda, padahal masih dalam satu kejadian yang sama.

(6) Al-Qur`an sering menceritakan kejadian yang tidak pernah terjadi.

(7) Ditemukan fakta bahwa materi kisah al-Qur`an bertentangan dengan temuan sejarah.

3.2. Kelemahan membaca kisah al-Qur`an sebagai sejarah: karena ingin membuktikan bahwa kisah-kisah al-Qur`an adalah berita-berita sejarah maka penafsiran model ini:

(1) Terjerumus pada berita-berita israiliyat dan perkiraan-perkiraan.

(2) Berpanjang-panjang menceritakan sejarah sehingga mengabaikan tujuan utama dari kisah-kisah al-Qur`an.

(3) Lahirnya klaim mutasyabihat untuk kisah-kisah yang diulang dan tak bisa dikompromikan.

(4) Menjadikan sejarah sebagai sebuah keyakinan.

3.3. Model Kisah al-Qur`an:

(1) Model sejarah: materi model ini adalah pelbagai peristiwa dan kejadian nyata yang diformat al-Quran sedemikian rupa dalam bingkai sastra untuk mendukung efektifitas dan pencapaian maksud dan tujuan kisah.

(2) Model perumpamaan: materi kisah model ini adalah pelbagai kejadian fiktif yang tidak ditemukan dalam sejarah dan realita kehidupan manusia yang sering disebut dengan angan-anagan dan khayalan dalam kebiasaan manusia, misalnya kisah tentang matinya seseorang selama seratus tahun lalu dibangunkan kembali dalam surat al-Baqarah ayat 259.

(3) Model legenda dan mitos: kisah yang diambil dari mitos-mitos yang dikenal suatu komunitas tertentu, misalnya ashhab al-kahf.

3.4. Sumber Kisah Al-Qur`an adalah nalar Arab, artinya kisah-kisah yang diceritakan al-Qur`an mayoritas telah dikenal sebelumnya oleh orang arab saat itu.

3.5. Tujuan kisah-kisah al-Qur`an:

(1) Meringankan beban jiwa atau tekanan jiwa Nabi Muhammad dan para pengikutnya.

(2) Menguatkan keimanan dan keyakinan jiwa terhadap akidah islam dan mengobarkan
semangat berkorban baik jiwa maupun raga di jalan allah (membentuk jiwa yang militan).

(3) Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketenteraman atau menghilangkan ketakutan dan kegelisahan dan

(4) Membuktikan kerasulan Muhammad dan kebenaran wahyu yang dibawanya.

3.6. Membaca kisah al-Qur`an dengan tidak menggunakan pendekatan sejarah (tidak dibaca sebagai sejarah) memberikan keuntungan sebagai berikut:

(1) Terhindar dari cerita-cerita israiliyyat dan perkiraan-perkiraan yang menyesatkan.

(2) Memberikan pengertian yang benar tentang tujuan kisah-kisah al-Qur`an, yakni sebagai nasihat, contoh dan pelajaran.

(3) Terhindar dari pemahaman yang salah terhadap pengulangan kisah sehingga tidak ada klaim bahwa kisah-kisah al-Qur`an mutasyabih dan kontradiktif.

(4) Membebaskan pembaca untuk tidak mempercayai penafsiran tertentu tentang berita-berita sejarah karena memang sejarah bukan untuk diyakini.

4. Penutup

Peristiwa-peristiwa yang dijadikan bahan kisah dalam al-Quran di antaranya ada yang merupakan peristiwa yang benar-benar pernah terjadi dan ada pula yang sekedar imajinasi. Namun keduanya diceritakan dalam bingkai kisah sastra bukan dalam bentuk berita ataupun sejarah. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa yang terpenting dari kisah itu adalah pesan etis (tendensi), bukan kesesuaiannya dengan kenyataan.

Jatiwangi, 15 Maret 2003
Lukman Zain M.S.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sekarang ini cerita-cerita yang tidak faktual sudah mulai dianggap kurang kerjaan. Coba anda cek beberapa hadis dalam riyadushsholihin, meskipun semangat dari kisah2 itu bisa kita fahami, tapi saya tidak rela kalau hal2 demikian ada dalam hadis.

Wallahu a'lam bi al-showab